150302030
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Indonesia memiliki sumberdaya hayati
laut yang sangat besar dengan kandungan berbagai macam jenis makhluk hidup di
dalamnya. Kekayaan hayati tersebut diantaranya adalah ikan yang mempunyai
manfaat dalam bidang kesehatan karena ikan memiliki kandungan gizi yang tinggi
serta dapat memberikan keuntungan dari segi ekonomi dengan nilai jual yang
tinggi. Kandungan gizi yang utama pada ikan adalah protein dan asam-asam lemak
esensial yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. Sumber daya perikanan dan
kelautan merupakan sumber daya yang relatif kompleks. Dalam hal ini lingkungan
pengelolaan pun sangat berbeda dari sumber daya terestial lainnya. Dari sisi
sumber daya, stok sumber daya ikan, misalnya, bermigrasi dan bergerak dalam ruang
tiga demensi. Kondisi ini menambah kompleksitas dalam pengelolaan, misalnya
saja menyangkut pengaturan hak kepemilikan atas sumber daya tersebut (Bhagawati, dkk., 2013).
Wilayah perairan laut Indonesia memiliki
potensi sumberdaya hayati (ikan)yang berlimpah dan beraneka ragam. Potensi
perikanan tersebut terdiri atas potensi ikan pelagis dan demersal yang tersebar
pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia yang ada seperti pada perairan
laut teritorial, perairan laut nusantara dan perairan laut Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE). Berbagai potensi hasil laut yang melimpah diantaranya ikan
pelagis seperti ikan tongkol, layur, dan tembang (Mutianugrah, dkk., 2014).
Sumber daya perikanan dan kelautan
merupakan sumber daya yang relatif kompleks. Dalam hal ini lingkungan
pengelolaan pun sangat berbeda dari sumber daya terestial lainnya. Dari sisi
sumber daya, stok sumber daya ikan, misalnya, bermigrasi dan bergerak dalam
ruang tiga demensi. Kondisi ini menambah kompleksitas dalam pengelolaan,
misalnya saja menyangkut pengaturan hak kepemilikan atas sumber daya tersebut.
aktivitas pengelolaan sumberdaya ikan, dan merupakan suatu keharusan agar
tersedia dasar kuat dalam menyusun kebijakan perikanan tangkap (Patriono, dkk., 2009).
Perairan umum yang terdapat di indonesia
cukup luas dan mengandung sumberdaya perikanan
yang sangat luas dan potensial. Pemanfaatannya sebagai sumber perikanan
umumnya dilakukan dengan jalan penangkapan. Perairan umum di beberapa daerah
sudah dimanfaatkan untuk usaha budidaya meskipun masih dalam hidup pada tahap
permulaan atau percobaan. Masyarakat sering melakukan penangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Piscandika, dkk., 2013).
Ikan memiliki keanekaragaman bentuk,
ukuran, habitat serta distribusi jenis berdasarkan perbedaan ruang dan waktu
sehingga membutuhkan pengetahuan tentang pengelompokan atau pengklasifikasian
ikan. Pada umumnya bentuk tubuh ikan berkaitan erat dengan habitat dan cara
hidupnya. Secara umum bentuk tubuh ikan
adalah simetris bilateral, yang berarti jika ikan tersebut dibelah pada bagian
tengah-tengah tubuhnya (potongan sagittal) akan terbagi menjadi dua bagian yang
sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Selain itu, terdapat beberapa jenis ikan
yang mempunyai bentuk non-simetris bilateral, yang mana jika tubuh ikan
tersebut dibelah secara melintang (crosssection) maka terdapat perbedaan
antara sisi kanan dan sisi kiri tubuh (Burhanuddin,
2008).
Pola kehidupan ikan tidak bisa
dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan. Parameter oseanografi
seperti suhu permukaan laut, salinitas, konsentrasi klorofil laut, cuaca dan
sebagainya serta perubahannya akan mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan,
seperti kecepatan makan ikan, metabolisme, pemijahan, dan aktifitas lainnya.
Hal ini berarti bahwa perubahan parameter oseanografi akan berpengaruh terhadap keberadaan ikan dan
pembentukan daerah penangkapan yang potensial (Hafiludin, 2011).
Ikan merupakan vertebrata yang berdarah
dingin (poikiloterm), hidup di dalam
lingkungan air, pergerakan dan keseimbangan tubuhnya terutama menggunakan sirip
dan umumnya bernafas dengan insang. Setiap jenis ikan memiliki ciri-ciri
taksonomi biologis dan ekonomis yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya
diperlukan pendekatan baik secara kasat mata (external anatomy), bagian dalam tubuh (internal anatomy) dan organ tambahan yang dimiliki oleh beberapa
jeis ikan (Burhanuddin, 2008).
Ikan sebagai hewan air mempunyai
mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaannya adalah
menyebabkan perkembangan organ-organ disesuaikan dengan air, baik di perairan
tawar maupun di perairan laut menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan
ataupun arah laut, karena ikan dilengkapi dengan organ-organ yang di kenal
dengan linnea lateralis. Organ ini tidak ditemukan pada hewan darat. Contoh
lain perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi cairan
tubuh ikan dengan cara melakukan osmoregulasi untuk menjaga tubuhnya (Hafiludin, 2011).
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut
:
1.
Untuk
mengetahui cara makan dalam mengambil makanan dalam perairan.
2.
Untuk mengetaui
metode yang digunakan untuk mengukur kebiasaan
makan.
Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah sebagai sumber informasi bagi pihak yang
membutuhkan mengenai makanan dan kebiasaan makan ikan.
BAB II
ISI
Ikan Secara
Umum
Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang
tidak dimilki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan
organ organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Misalnya, sebagai hewan
yang hidup di air, baik itu di perairan tawar maupun di perairan laut yang
menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan maupun arah arus, karenanya
ikan di lengkapi dengan organ yang di kenal sebagai linea lateralis. Organ ini
tidak ditemukan pada hewan darat (Fujaya, 2002).
Ikan adalah hewan
berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang, insang dan
sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana
tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak
dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak
tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Dalam
keluarga hewan bertulang belakang/ vertebrata, ikan menempati jumlah terbesar,
sampai sekarang terdapat sekitar 25.000 spesies yang tercatat, walaupun perkiraannya
ada pada kisaran 40.000 spesies, yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo.
Jenis-jenis ikan ini sebagian besar tersebar di perairan laut yaitu sekitar 58%
(13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis) dari keseluruhan jenis ikan. Jumlah jenis
ikan yang lebih (Burhanuddin, 2008).
Ikan adalah kelompok vertebrata yang salah satu habitatnya adalah sungai
dan memiliki jenis paling banyak. Ikan mendominasi kehidupan perairan diseluruh
permukaan bumi. Jumlah spesies ikan yang telah berhasil dicatat adalah sekitar 21.000
spesies dan diperkirakan berkembang mencapai 28.000 spesies. Jumlah spesies
ikan yang hidup dipermukaan bumi adalah 21.000 spesies sementara jumlah spesies
vertebrata yang ada diperkirakan sekitar 43.173 spesies (Katili, 2011).
Ikan
sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat mereka tinggal. Ikan
memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk
menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan
air yang disebabkan oleh arah angin. Dalam keluarga hewan bertulang belakang vertebrata,
ikan menempati jumlah terbesar, sampai sekarang terdapat sekitar 25.000 spesies
yang tercatat, walaupun perkiraannya ada pada kisaran 40.000 spesies, yang
terdiri dari 483 famili dan 57 ordo. Jenis-jenis ikan ini sebagian besar
tersebar di perairan laut yaitu sekitar 58% (13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis)
dari keseluruhan jenis ikan. Jumlah jenis ikan yang lebih besar di perairan
laut, dapat dimengerti karena hampir 70% permukaan bumi ini terdiri dari air
laut dan hanya sekitar 1% merupakan perairan tawar (Burhanuddin, 2008).
Makanan Ikan
Ketersediaan pakan di perairan bebas
memungkinkan ikan untuk memilih dan mencari sumber makanan yang dibutuhkannya
tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan ikan yang dibudidayakan dalam suatu
petakan tambak relatif tidak mempunyai alternatif lain dalam memilih dan
mencari sumber makanan karena ruang gerak dan habitatnya dibatasi oleh petakan
tambak. Situasi ini mengarahkan ikan dalam suatu kondisi ketergantungan pakan yang
di suplai dari luar lingkungannya, karena ketersediaan pakan alami yang ada di
dalam perairan tersebut semakin menipis dengan bertambahnya ukuran ikan dan
bahkan pada waktu tertentu akan mengakibatkan habisnya pakan alami tersebut (Lisna, 2003).
Makanan ikan adalah organisme hidup baik tumbuhan ataupun hewan yang
dapat dikonsumsi ikan di habitatnya, dapat berupa tumbuhan (makrofita), algae,
plankton, ikan, udang, cacing, benthos, dan serangga atau larva serangga. Uurutan kebiasaan makanan
ikan dikategorikan ke dalam tiga golongan yaitu pakan utama, pelengkap, dan
tambahan. Sebagai batasan yang dimaksud dengan pakan utama adalah jenis pakan
yang mempunyai index of preponderance lebih besar dari 25%, pakan pelengkap
mempunyai index of preponderance antara 4- 25%, sedangkan pakan tambahan
memiliki index of preponderance kurang dari 4% (Asyari dan Fatah, 2010).
Food habits (kebiasaan makan) adalah kualitas dan kuantitas
makanan yang dimakan oleh ikan. Umumnya makanan yang pertama kali datang dari
luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya ialah plankton yang bersel
tunggal yang berukuran kecil, Jika untuk pertama kali ikan itu menemukan
makanan berukuran tepat dengan mulutnya, diperkirakan akan dapat meneruskan
hidupnya. Tetapi apabila dalam waktu relative singkat ikan tidak dapat
menemukan makanan yang cocok dengan ukuran mulutnya akan terjadi kelaparan dan
kehabiasan tenaga yang mengakibatkan kematian. Hal inilah yang antara lain
menyebabkan ikan pada masa larva mempunyai mortalitas besar (Patriono, dkk., 2009).
Makanan
bagi ikan dapat merupakan faktor yang menentukan populasi, pertumbuhan, dan
kondisi ikan, Macam makanan satu spesies ikan tergantung pada umur, tempat,
waktu, dan alat pencernaan dari ikan itu sendiri (Effendie, 1992). Pakan ikan
secara ekologis merupakan hal yang utama dalam mempengaruhi penyebaran ikan
khususnya ikan air tawar. Dengan
mengetahui makanan atau kebiasaan makan satu jenis ikan dapat dilihat hubungan
ekologi antara ikan dengan organisme lain yang ada di suatu perairan, misalnya bentukbentuk
pemangsaan, saingan, dan rantai makanan(Asyari dan Fatah,
2010).
Kebiasaan
Makan Ikan
Ikan herbivora pada umumnya mudah menerima makanan tambahan maupun
makanan buatan. Beberapa makanan tambahan yang diberikan misalnya dedak halus,
bungkil kelapa, bungkil kacang dan sisa-sisa sayuran. Pemebrian makanan buatan
sebaiknya dicampur dengan bahan hijauan seperti tepung daun turi, tepung daun
lamtoro, tepung daun singkong dll. Ikan yang berhasil mendapatkan
makanan yang sesuai dengan mulut, setelah bertambah besar ikan itu akan merubah
makanan baik dalam ukuran dan kualitasnya, Apabila telah dewasa ikan itu akan
mengikuti pola kebiasaan induknya. Refleksi perubahan makanan pada waktu kecil
sebagai pemakan plankton dan bila dewasa akan mengikuti kebiasaan induknya
dapat terlihat pada sisiknya(Rahmawati, dkk., 2016).
Contoh Ikan Herbivora
Ikan-ikan
karnivora pada umumnya agak sulit menerima makanan tambahn terutama pakan buatan. Jenis
ikan ini pada umumnya menyukai makanan berupa cincangan atau gilingan daging
ikan atau hewan-hewan lain yang masih segar. Apabila diberikan makan buatan
ikan ini memerlukan latihan yang lama dan komposisinya harus banyak mengandung
bahan hewani dan aroma cukup merangsang (aroma dagingnya). Makanan
campuran adalah makanan hewani dan nabati, jenis makanan ini dapat dimakan
selagi masih hidup seperti, gangang, lumut, serangga cacing dan juga dalam
bentuk mati seperti limbah industri pertania, bangkai dll. Ikan yang suka
menyantap makanan campuran ini disebut ikan omnivora, beberapa contoh ikan
omnivora yaitu ikan mas, mujair, lele dll. Ikan omnivora lebih mudah menerima
makanan tambahan maupun makanan buatan sewaktu masih larva, benih maupun dewasa (Hafiludin, 2011).
Contoh Ikan Karnivora
Banyak spesies ikan dapat menyesuaikan diri dengan persediaan makanan
dalam perairan sehubungan dengan musim yang berlaku, Dalam suatu daerah
geografis luas untuk suatu spesies ikan yang hidup terpisah-pisah dapat terjadi
perbedaan kebiasaan makanannya. Perbedaan ini bukan untuk satu ukuran saja
tetapi untuk semua ukuran, Jadi untuk satu spesies ikan dengan ukuran yang sama
dalam daerah berbeda, dapat berbeda kebiasaan makanannya. Perbedaan ini dapat
terlihat jelas pada spesies ikan yang hidup dalam perairan tawar, namun dalam
suatu perairanpun kalau terjadi perubahan linkungan sehingga menyebabkan
perubahan persediaan makanan. Ikan akan merubah kebiasaan makanannya. Pada
kultur ikan bandeng di Filipina, dengan mengunakan system kultur yang baru,
ikan bandeng tersebut dipaksa memakan plankton lain, kita mengetahui bahwa
makanan ikan bandeng adalah thi air (lablap) yang terdiri dari kelompok
ganggang hijau biru (Mantau, dkk., 2004).
Saluran
pencernaan ikan telah disesuaikan dengan makanan yang dikonsumsi oleh ikan
tersebut, agar proses mencerna makanan dapat berlangsung optimum. Ikan yang
bersifat herbivora memiliki saluran pencernaan yang lebih panjang dibandingkan
ikan omnivora dan karnÃvora karena jenis makanan yang dimakan seperti
tumbuh-tumbuhan dan lainnya lebih susah hancur sehingga membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mencernanya. Pada
ikan vegetaris (herbivora) saluran pencernaan dapat tiga kali panjang tubuhnya.
Dari pengamatan panjang usus ikan motan, panjang saluran pencernaannya bahkan
mencapai 5,9 kali panjang tubuh ikan tersebut. epiting rnerupakan pilihan makanan
sesudah udang. Kelompok organisme makanan ikan kurisi ketiga adalah ikrn. yang
nilai lP-nya berfluktuasi. Jadi dapat dikatakan bahwa tidak ada perubahan menu
makanan ikan kurisi ditinjau dari waktu. Namun hal ini masih harus dilihat pada
bulan -
bulan lain da kelompok ikan kecilkepiting berperan sebagai makanan utama
diikuti oleh udang; beranjak pada kelompok sedang makanan berganti
menjadi udang sedangkan kepiting merupakan pilihanke dua (Rahmawati,
dkk., 2016).
Penggolongan kebiasaan
makan ikan tidak hanya berdasarkan tempat saja, tapi saat kebisaan makan ikan
juga digolongkan berdasarkan kapan (waktu) ikan manecari makan. Penggolongannya
adalah jenis ikan yang aktif mencari makan pada siang hari. Jenis ikan ini
memiliki aktivitas makan yang banyak dilakukan pada siang hari. Pada malam
hari, mereka lebih banyak beristirahat. Jenis ikan dengan aktivitas seperti itu
disebut ikan diurnal contohnya ikan mas, nila, bawal, dan gurami. Jenis ikan yang
aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Ikan yang masuk
dalam kategori ini jarang mencari makanan pada siang hari, tetapi aktif mencari
makan di malam hari. Jenis ikan yang aktif mencari makanan pada malam
adalah lele dumbo, lele lokal, dan patin (jambal) (Lisna, 2013).
Komposisi makanan yang
terdapal pada lambung ikan kurisi selengkapnya dari jenis makanan yang dianalisis
sebagian dapat diidentifikasi sampai tingkat genus seperri Stolephorus,
sementara sebagian lain hanya sampai tingkat famili misalnya Trichiuridae, dan
bahkan ada yang taksa di atas famili antara lain Polychaeta. Hal ini terjadi
karena proses pencernaan sudah berjalan sehingga yang ditemukan adalah
organisme yang tidak utuh lagi. Lebih jauh lagi ada yang sama sekali sulit
untuk diidentifikasi untuk kelompok besar sekali karena sudah berupa hancuran
makanan. Pada tabel ini terdapat 9 kelompok makanan yang kesemuanya adalah
hewan dan satu kumpulan jenis makanan yang sulit diidentifikasi karena berupa
hancuran. Kelompok terakhir ini diduga berasal dari antara 9 kelompok lainnya.
Dengan melihat jenis makanannya dapat ditarik satu kesimpulan bahwa ikan kurisi
termasuk kedalam kelompok karnivor. Secara morlologis terlihat dari nisbah
panjang usus (Mantau, dkk.,
2004).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.
Cara makan ikan ialah
dengan mengambil makanan di permukaan berupa fitoplanktin, tumbuhan air, alga
dan jenis makanan seperti lumut yang menempel pada bebatuan, cacing air dan
jentik nyamuk.
2.
Metode yang digunakan untuk
mengukur kebiasaan makan ikanadalah dengan menggunakan metode gravimetric dan
volumetric.
DAFTAR PUSTAKA
Asyari dan K. Fatah. 2010. Kebiasaan Makan dan Biologi Reproduksi Ikan
Motan (Thynnichthys polyepis) di
Waduk Kota Panjang Riau. Penelitian pada Balai Riset Perairan Umun, Palembang.
Bhagawati,
D., M. N. Abulias dan A. Amurwanto. 2013. Fauna Ikan Siluriformes dari Sungai Serayu, Banjaran dan Tajum di Kabupaten Banyumas.Fakultas
Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Semarang.
Burhanuddin, A. I. 2008. Peningkatan Pengetahuan
Konsepsi Sistematika dan Pemahaman System Organ Ikan yang Berbasis Scl Pada
Matakuliah Ikhtiologi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Ilmu Perikanan. Universitas Hasanuddin,
Manado.
Hafiludin. 2011. Karakteristik Proksimat Dan
Kandungan Senyawa Kimia Daging Putih Dan Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus
Affinis). Jurnal Kelautan, Vol 4, ISSN : 1907-9931.
Liana, Y. P. 2007. Efektifitas Aromatase Inhibitor
Yang Diberikan Melalui Pakan Buatan Terhadap Sex Reversal Ikan Nila
Merah Oreochromis Sp. Jurnal Akuatik
.Vol 2 ISSN : 1978 – 1652.
Lisna
2013. Seksualitas, Nisbah Kelamin dan
Hubungan Panjang-Berat (Rasbora Argyrotaenia
) di Sungai Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Fakultas Pertenakan Universitas Jambi, Jambi.
Mantau, Z., J.B.M, Rawung dan Sudarty. 2004.
Pembenihan Ikan Mas yang Efektif dan Efisien. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Utara.
Mutianugrah, P.D., Iskandar dan U. Subhan.
2014. Pengaruh Penambahan Tepung Hipifisa Sapi dalam Pakan Buatan
Terhadap Pertumbuhan Ikan Tambakan (Heleostoma
temminckii). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4) : 123-126. ISSN :
2088-3137.
Patriono,
E., E. Junaidi dan A. Setiorini. 2009.
Pengaruh Pemotongan Sirip Terhadap Pertumbuhan Panjang Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ,Universitas Sriwijaya, Palembang.
Piscandika, D.,
T. Efrizal dan L. W. Zen. 2013. Potensi
dan Tingkat Pemanfaatan
Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis Dan Auxis Thazard) yang Didaratkan pada Tempat Pendaratan Ikan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Raja Ali Haji, Aceh.
Rahmawati, Z., U. Yanuhar dan D. Arfiati. 2016.
Analisis Histopatologi Otot Ikan Mas (Cyprinus Carpio) yang Terinfeksi Koi Herpes Virus (Khv) pada Kolam
Pemeliharaan Ikan Mas. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya, Malang.
Sjafei,
D.S., C.P.H, Simanjuntak dan M.F. Rahardjo. 2008. Perkembangan kematangan gonad dan Tipe Pemijahan Ikan
Selais (Ompok Hypophthalmus) di Rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Jurnal Iktiologi
Indonesia, Vol 8 (2).
Tahapari, E dan R.R.S.PS, Dewi. 2013. Peningkatan
Performa Reproduksi Ikan Patin Siam (Pangasianodon Hypophthalmus) Pada
Musim Kemarau Melalui Induksi Hormonal. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan. Subang, Jawa Barat.
Widiana, A., a. Kusumorini dan S. Handayani. Potensi Fitoplankton
Sebagai Sumberdaya Pakan Pada Pemeliharaan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio) di BBPAT Sukabumi. UIN SDG, Bandung.